Keutamaan Lailatul Qadar
Saudaraku, pada sepertiga terakhir dari bulan yang penuh berkah ini terdapat malam Lailatul Qadar, suatu malam yang dimuliakan oleh Allah melebihi malam-malam lainnya. Di antara kemuliaan malam tersebut adalah Allah mensifatinya dengan malam yang penuh keberkahan. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ (3) فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ (4)
“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam
yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada
malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad
Dukhan [44] : 3-4). Malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam
lailatul qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al Qadar. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1)
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadar [97] : 1)Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya,
لَيْلَةُ
الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ
وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ
حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu
turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk
mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit
fajar.” (QS. Al Qadar [97] : 3-5) Kapan Malam Lailatul Qadar Terjadi?
Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)Terjadinya lailatul qadar di tujuh malam terakhir bulan ramadhan itu lebih memungkinkan sebagaimana hadits dari Ibnu Umar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْتَمِسُوهَا
فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ - يَعْنِى لَيْلَةَ الْقَدْرِ - فَإِنْ ضَعُفَ
أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِى
“Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir, namun jika ia
ditimpa keletihan, maka janganlah ia dikalahkan pada tujuh malam yang
tersisa.” (HR. Muslim)Dan yang memilih pendapat bahwa lailatul qadar adalah malam kedua puluh tujuh sebagaimana ditegaskan oleh Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari bahwa lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْتَمِسُوهَا
فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى
تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِى سَابِعَةٍ تَبْقَى ، فِى خَامِسَةٍ تَبْقَى
“Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.” (HR. Bukhari) Catatan : Hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tentang terjadinya malam lailatul qadar di antaranya adalah agar terbedakan antara orang yang sungguh-sungguh untuk mencari malam tersebut dengan orang yang malas. Karena orang yang benar-benar ingin mendapatkan sesuatu tentu akan bersungguh-sungguh dalam mencarinya. Hal ini juga sebagai rahmat Allah agar hamba memperbanyak amalan pada hari-hari tersebut dengan demikian mereka akan semakin bertambah dekat dengan-Nya dan akan memperoleh pahala yang amat banyak. Semoga Allah memudahkan kita memperoleh malam yang penuh keberkahan ini. Amin Ya Sami’ad Da’awat.
Tanda Malam Lailatul Qadar
[1] Udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء
“Lailatul qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak
begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar
lemah dan nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath Thoyalisi. Haytsami mengatakan periwayatnya adalah tsiqoh /terpercaya)[2] Malaikat menurunkan ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah, yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.
[3] Manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.
[4] Matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Abi bin Ka’ab bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,”Shubuh hari dari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana hingga matahari itu naik.” (HR. Muslim) (Lihat Shohih Fiqh Sunnah II/149-150)
Semoga Allah memudahkan kita untuk meraih malam tersebut. Amin Yaa Mujibas Saailin.
Pakar
hadis Ibnu Hajar menyebutkan satu riwayat dari penganut paham di atas
yang menyatakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda bahwa malam qadar sudah
tidak akan datang lagi.
Pendapat
tersebut ditolak oleh mayoritas ulama, karena mereka berpegang kepada
teks ayat Al-Quran, serta sekian banyak teks hadis yang menunjukkan
bahwa Lailat Al-Qadar terjadi pada setiap bulan Ramadhan. Bahkan
Rasululllah Saw. Menganjurkan umatnya untuk mempersiapkan jiwa
menyambut malam mulia itu, secara khusus pada malam-malam ganjil
setelah berlalu dua puluh Ramadhan.
.......................
Demikian sabda Nabi Saw.
Memang
turunnya Al-Quran lima belas abad yang lalu terjadi pada malam
Lailat Al-Qadar, tetapi itu bukan berarti bahwa ketika itu saja
malam mulia itu hadir. Ini juga berarti bahwa kemuliaannya bukan hanya
disebabkan karena Al-Quran ketika itu turun, tetapi karena adanya
faktor intern pada malam itu sendiri.
Pendapat
di atas dikuatkan juga dengan penggunaan bentuk kata kerja mudhari'
(present tense) oleh ayat 4 surat Al-Qadr yang mengandung arti
kesinambungan, atau terjadinya sesuatu pada masa kini dan masa
datang.
Nah, apakah bila Lailat Al-Qadar hadir, ia akan menemui setiap orang yang terjaga (tidak tidur) pada malam kehadirannya itu?
Tidak
sedikit umat Islam yang menduganya demikian. Namun dugaan itu
menurut hemat penulis keliru, karena hal itu dapat berarti bahwa yang
memperoleh keistimewaan adalah yang terjaga baik untuk menyambutnya
maupun tidak. Di sisi 1ain berarti bahwa kehadirannya ditandai
oleh hal-hal yang bersifat fisik-material, sedangkan
riwayat-riwayat demikian, tidak dapat dipertanggungjawabkan
kesahihannya.
Seandainya,
sekali lagi seandainya, ada tanda-tanda fisik material, maka itu
pun takkan ditemui oleh orang-orang yang tidak mempersiapkan
diri dan menyucikan jiwa guna menyambutnya. Air dan minyak tidak
mungkin akan menyatu dan bertemu. Kebaikan dan kemuliaan yang
dihadirkan oleh Lailat Al-Qadar tidak mungkin akan diraih kecuali
oleh orang-orang tertentu saja. Tamu agung yang berkunjung ke satu
tempat, tidak akan datang menemui setiap orang di lokasi itu, walaupun
setiap orang di sana mendambakannya. Bukankah ada orang yang sangat
rindu atas kedatangan kekasih, namun ternyata sang kekasih tidak
sudi mampir menemuinya?
Demikian
juga dengan Lailat Al-Qadar. Itu sebabnya bulan Ramadhan menjadi
bulan kehadirannya, karena bulan ini adalah bulan penyucian jiwa, dan
itu pula sebabnya sehingga ia diduga oleh Rasul datang pada sepuluh
malam terakhir bulan Ramadhan. Karena, ketika itu, diharapkan jiwa
manusia yang berpuasa selama dua puluh hari sebelumnya telah mencapai
satu tingkat kesadaran dan kesucian yang memungkinkan malam mulia
itu berkenan mampir menemuinya, dan itu pula sebabnya Rasul Saw.
menganjurkan sekaligus mempraktekkan i'tikaf (berdiam diri dan merenung
di masjid) pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Apabila
jiwa telah siap, kesadaran telah mulai bersemi, dan Lailat
Al-Qadar datang menemui seseorang, ketika itu, malam kehadirannya
menjadi saat qadar dalam arti, saat menentukan bagi perjalanan
sejarah hidupnya di masa-masa mendatang. Saat itu, bagi yang
bersangkutan adalah saat titik tolak guna meraih kemuliaan dan
kejayaan hidup di dunia dan di akhirat kelak. Dan sejak saat itu,
malaikat akan turun guna menyertai dan membimbingnya menuju
kebaikan sampai terbitnya fajar kehidupannya yang baru kelak di
hari kemudian. (Perhatikan kembali makna-makna Al-Qadar yang
dikemukakan di atas!).
Syaikh
Muhammad 'Abduh, menjelaskan pandangan Imam Al-Ghazali tentang
kehadiran malaikat dalam diri manusia. 'Abduh memberi ilustrasi
berikut:
Setiap
orang dapat merasakan bahwa dalam jiwanya ada dua macam bisikan, baik
dan buruk. Manusia sering merasakan pertarungan antar keduanya, seakan
apa yang terlintas dalam pikirannya ketika itu sedang diajukan ke satu
sidang pengadilan. Yang ini menerima dan yang itu menolak, atau yang
ini berkata lakukan dan yang itu mencegah, sampai akhirnya sidang
memutuskan sesuatu.
Yang
membisikkan kebaikan adalah malaikat, sedang yang membisikkan
keburukan adalah setan atau paling tidak, kata 'Abduh, penyebab
adanya bisikan tersebut adalah malaikat atau setan. Turunnya malaikat
pada malam Lailatul Al-Qadar menemui orang yang mempersiapkan diri
menyambutnya, menjadikan yang bersangkutan akan selalu disertai
oleh malaikat. Sehingga jiwanya selalu terdorong untuk melakukan
kebaikan-kebaikan, dan dia sendiri akan selalu merasakan salam (rasa
aman dan damai) yang tak terbatas sampai fajar malam Lailat Al-Qadar,
tapi sampai akhir hayat menuju fajar kehidupan baru di hari kemudian
kelak.
Di
atas telah di kemukakan bahwa Nabi Saw. menganjurkan sambil
mengamalkan i'tikaf di masjid dalam rangka perenungan dan penyucian
jiwa. Masjid adalah tempat suci. Segala aktivitas kebajikan
bermula di masjid. Di masjid pula seseorang diharapkan merenung
tentang diri dan masyarakatnya, serta dapat menghindar dari hiruk
pikuk yang menyesakkan jiwa dan pikiran guna memperoleh tambahan
pengetahuan dan pengkayaan iman. Itu sebabnya ketika melaksanakan
i'tikaf, dianjurkan untuk memperbanyak doa dan bacaan Al-Quran,
atau bahkan bacaan-bacaan lain yang dapat memperkaya iman dan takwa.
Malam
Qadar yang ditemui atau yang menemui Nabi pertama kali adalah ketika
beliau menyendiri di Gua Hira, merenung tentang diri beliau dan
masyarakat. Saat jiwa beliau telah mencapai kesuciannya, turunlah
Ar-Ruh (Jibril) membawa ajaran dan membimbing beliau sehingga
terjadilah perubahan total dalam perjalanan hidup beliau bahkan
perjalanan hidup umat manusia. Karena itu pula beliau mengajarkan
kepada umatnya, dalam rangka menyambut kehadiran Lailat Al-Qadar itu,
antara 1ain adalah melakukan i'tikaf.
Walaupun
i'tikaf dapat dilakukan kapan saja, dan dalam waktu berapa lama saja
--bahkan dalam pandangan Imam Syafi'i, walau sesaat selama dibarengi
oleh niat yang suci-- namun Nabi Saw. selalu melakukannya pada sepuluh
hari dan malam terakhir bulan puasa. Di sanalah beliau bertadarus
dan merenung sambil berdoa.
Salah satu doa yang paling sering beliau baca dan hayati maknanya adalah:
Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat, dan peliharalah kami dan siksa neraka (QS Al-Baqarah [2]: 201).
Doa
ini bukan sekadar berarti permohonan untuk memperoleh kebajikan
dunia dan kebajikan akhirat, tetapi ia lebih-lebih lagi bertujuan untuk
memantapkan langkah dalam berupaya meraih kebajikan dimaksud, karena
doa mengandung arti permohonan yang disertai usaha. Permohonan itu
juga berarti upaya untuk menjadikan kebajikan dan kebahagiaan
yang diperoleh dalam kehidupan dunia ini, tidak hanya terbatas
dampaknya di dunia, tetapi berlanjut hingga hari kemudian kelak.
Adapun
menyangkut tanda alamiah, maka Al-Quran tidak menyinggungnya.
Ada beberapa hadis mengingatkan hal tersebut, tetapi hadis tersebut
tidak diriwayatkan oleh Bukhari, pakar hadis yang dikenal melakukan
penyaringan yang cukup ketat terhadap hadis Nabi Saw.
Muslim, Abu Daud, dan Al-Tirmidzi antara lain meriwayatkan melalui sahabat Nabi Ubay bin Ka'ab, sebagai berikut,
Tanda kehadiran Lailat Al-Qadr adalah matahari pada pagi harinya (terlihat) putih tanpa sinar.
Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan,
Tandanya adalah langit bersih, terang bagaikan bulan sedang purnama, tenang, tidak dingin dan tidak pula panas ...
Hadis
ini dapat diperselisihkan kesahihannya, dan karena itu kita dapat
berkata bahwa tanda yang paling jelas tentang kehadiran Lailat
Al-Qadar bagi seseorang adalah kedamaian dan ketenangan. Semoga
malam mulia itu berkenan mampir menemui kitaSALAH satu keistimewaan bulan Ramadhan adalah satu malam yang paling ditunggu-tunggu oleh umat Islam di seluruh dunia, Lailatul Qadar. Banyak ayat di dalam Al-Quran yang menceritakan tentang barakahnya malam ini. Banyak di antara orang menunggu kedatangan Lailatul Qadar dalam sepuluh hari terakhir.
Sebagian orang menunggu kedatangan malam itu dengan berlama-lama di masjid sambil membaca Alquran. Ada yang menunggunya di hadapan rumah, agar dapat melihat turunnya malaikat pada malam Qadar. Tidak kurang juga yang menyambutnya dengan sinaran-sinaran lampu-lampu minyak agar kawasan mereka diterangi. Mereka begitu yakin dengan beberapa tanda-tanda yang banyak diceritakan dalam berbagai cerita sejarah.
Ada suatu hal yang masih tersimpan dalam benak hati kita semua. Sebuah pertanyaan terdalam. Pernahkah Nabi SWA melihat langsung Lailatul Qadar ? Adakah sahabat-sahabat juga pernah melihatnya? Kita pernah mendengar banyak hadis-hadis yang menceritakan tanda-tanda malam tersebut, adakah kita bisa melihatnya dengan mata kepala kita sendiri.
Cara yang paling bijak bagi kita menjawab persoalan ini marilah kita lihat tafsiran beberapa ahli tafsir termasuk melihat tanda-tanda tersembunyi yang sering diceritakan itu.
Tafsir Surat Al-Qadar
Satu surat yang begitu signifikan menceritakan mengenai peristiwa malam tersebut ialah surah Al-Qadar yang berisi 5 ayat. Surat Al-Qadar adalah surat ke 97 menurut susunannya di dalam Mushaf. Ada di antara ulama-ulama mengatakan bahwa surat Al-Qadar ini turun selepas penghijrahan Nabi SAW ke Madinah.
Di dalam membicarakan pentafsiran ayat, amatlah bijak jika kita mengambil penafsiran yang diambil dari Tafsir Jalalain:
Kesimpulannya bahwa malam Al-Qadar itu secara sejarahnya diturunkan Al-Quran dari Lauhul Mahfuz ke langit dunia. Kemuliaan malam tersebut telah dikabarkan kepada Rasulullah SAW. Bulan itu dikatakan satu bulan dengan barakah seperti 1.000 bulan. Di malam tersebut para malaikat-malaikat dan Jibril turun ke bumi dan memohon Allah mengabulkan doa-doa hamba-Nya. Kemuliaan malam tersebut berakhir dengan terbitnya fajar.
Penafsiran yang lebih terperinci, sedikit mengenai ayat pertama surah Al-Qadar ini dapat kita lihat dari Tafsir Ibnu Kathir:
Allah SWT telah mengkabarkan sesungguhnya Ia telah menurunkan Alquran pada malam Lailatul Qadar. Dimana Allah berfirman, "Sesungguhnya kami turunkannya di malam yg barakah". Inilah yang kemudian dikenal sebagai malam Al-Qadar yg berada di dalam bulan Ramadan sebagaimana firmannya, "Pada bulan Ramadan yang diturunkan di dalamnya Alquran".
Berkata Ibnu Abbas, bahwa Allah SWT telah menurunkan Alquran keseluruhannya (secara total) dari Lauhul Mahfuz ke Baitul 'Izzah dari langit dunia kemudian ia diturunkan secara berpisah dan berperingkat selama 23 tahun ke atas Nabi SAW, kemudian firman Allah beliau memuliakan Lailatul Qadar dimana Allah SWT telah mengizinkan penurunan Alquran.
Keistimewaan Lailatul Qadar
Sheikh Dr Yusuf Al-Qaradhawi merujuk kepada surah Al-Qadar di dalam membicarakan persoalan keistimewaan Lailatul Qadar, katanya :
"Allah telah memuliakan Alquran di malam ini, dan ditambahnya dengan maqam yang mulia, yaitu kedudukan dan kemuliaannya yang sangat banyak dari kebaikan dan kelebihan dari 1.000 bulan. Apa-apa ketaatan dan ibadah di dalamnya menyerupai 1.000 bulan yang bukan Lailatul Qadar. 1.000 bulan ini menyamai 83 tahun 4 bulan. Hanya di satu malam ini lebih baik dari umur seseorang yang menghampiri 100 tahun, jika tambah berapa tahun beliau baligh dan dipertanggungjawabkan".
Dan pada malam itu turunnya malaikat-malaikat dengan rahmat Allah dengan kesejahteraan dan barakahnya. Dan kesejahteraanya melimpah sehingga ke terbit fajar. Di dalam As-sunnah, banyak hadist-hadist yang menyebutkan mengenai keutamaan Lailatul Qadar ini. Yang banyak dianjurkan untuk mencarinya pada 10 malam terakhir. Dalam Sahih Bukhari dari Hadis Abu Hurarirah,
"Barangsiapa yang berqiam di malam Al-Qadar dengan penuh keimanan dan bersungguh-sungguh maka telah diampunkannya apa yang telah lalu dari dosanya". (Riwayat Bukhari didalam Kitab Al-Saum).
Rasulullah SAW telah memberi penjelasan kepada siapa yang lalai dan tidak memperhatikan malam tersebut, yaitu sama seperti menghalang dirinya dari menerima kebaikannya dan ganjarannya. Berkata para sahabat yang telah dinaungi mereka bulan Ramadan, "Sesungguhnya bulan ini telah hadir kepada kamu di dalamnya mengandung malam yang lebih baik dari 1.000 bulan. Siapa yang memuliakannya maka beliau akan dimuliakan kebaikan semua perkara. Dan siapa yang tidak memuliakannya maka kebaikannya akan dihalang". (Riwayat Ibnu Majah dari Hadis Anas, isnad Hassan sebagaimana di dalam Sahih Jaami' Al-Saghir). (bersambung)
Sumber : Radar Sulteng
Menanti Malam Lailatul Qadar
Ustadz Muhammad Abduh TuasikalKeutamaan Lailatul Qadar
Pertama, lailatul qadar adalah malam yang penuh keberkahan (bertambahnya kebaikan). Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadar: 1). Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya (yang artinya), “Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadar: 3-5). Sebagaimana kata Abu Hurairah, malaikat akan turun pada malam lailatul qadar dengan jumlah tak terhingga. Malaikat akan turun membawa kebaikan dan keberkahan sampai terbitnya waktu fajar. (Zaadul Maysir, 6/179)
Kedua, lailatul qadar lebih baik dari 1000 bulan. An Nakho’i mengatakan, “Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan.” Mujahid dan Qotadah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu bulan adalah shalat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar.
Ketiga, menghidupkan malam lailatul qadar dengan shalat akan mendapatkan pengampunan dosa. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 1901)
Kapan Malam Lailatul Qadar Terjadi?
Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2020 dan Muslim no. 1169)
Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2017)
Lalu kapan tanggal pasti lailatul qadar terjadi? Ibnu Hajar Al Asqolani telah menyebutkan empat puluhan pendapat ulama dalam masalah ini. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan oleh beliau adalah lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun (Fathul Baari, 6/306, Mawqi’ Al Islam Asy Syamilah). Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima, itu semua tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.” (HR. Bukhari no. 2021)
Para ulama mengatakan bahwa hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tanggal pasti terjadinya lailatul qadar adalah agar orang bersemangat untuk mencarinya. Hal ini berbeda jika lailatul qadar sudah ditentukan tanggal pastinya, justru nanti malah orang-orang akan bermalas-malasan.
Do’a di Malam Lailatul Qadar
Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar, lebih-lebih do’a yang dianjurkan oleh suri tauladan kita –Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah. Beliau radhiyallahu ‘anha berkata, ”Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang aku katakan di dalamnya?” Beliau menjawab, ”Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku).” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Adapun tambahan kata “kariim” setelah “Allahumma innaka ‘afuwwun …” tidak terdapat satu dalam manuskrip pun. Lihat Tarooju’at no. 25)
Tanda Malam Lailatul Qadar
Pertama, udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lailatul qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar lemah dan nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath Thoyalisi. Haytsami mengatakan periwayatnya adalah tsiqoh/terpercaya)
Kedua, malaikat turun dengan membawa ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.
Ketiga, manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.
Keempat, matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Abi bin Ka’ab bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Shubuh hari dari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana hingga matahari itu naik.” (HR. Muslim no. 1174)
Bagaimana Seorang Muslim Menghidupkan Malam Lailatul Qadar?
Lailatul qadar adalah malam yang penuh berkah. Barangsiapa yang terluput dari lailatul qadar, maka dia telah terluput dari seluruh kebaikan. Sungguh merugi seseorang yang luput dari malam tersebut. Seharusnya setiap muslim mengecamkan baik-baik sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Di bulan Ramadhan ini terdapat lailatul qadar yang lebih baik dari 1000 bulan. Barangsiapa diharamkan dari memperoleh kebaikan di dalamnya, maka dia akan luput dari seluruh kebaikan.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih.)
Oleh karena itu, sudah sepantasnya seorang muslim lebih giat beribadah ketika itu dengan dasar iman dan tamak akan pahala melimpah di sisi Allah. Seharusnya dia dapat mencontoh Nabinya yang giat ibadah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. ‘Aisyah menceritakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim no. 1175)
Seharusnya setiap muslim dapat memperbanyak ibadahnya ketika itu, menjauhi istri-istrinya dari berjima’ dan membangunkan keluarga untuk melakukan ketaatan pada malam tersebut. ‘Aisyah mengatakan, “Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174)
Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Aku sangat senang jika memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan untuk bertahajud di malam hari dan giat ibadah pada malam-malam tersebut.” Sufyan pun mengajak keluarga dan anak-anaknya untuk melaksana kan shalat jika mereka mampu. (Latho-if Al Ma’arif, hal. 331)
Adapun yang dimaksudkan dengan menghidupkan malam lailatul qadar adalah menghidupkan mayoritas malam dengan ibadah dan bukan seluruh malam. Pendapat ini dipilih oleh sebagian ulama Syafi’iyah. Menghidupkan malam lailatul qadar pun bukan hanya dengan shalat, bisa pula dengan dzikir dan tilawah Al Qur’an (Lihat ‘Aunul Ma’bud, 3/313, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah). Namun amalan shalat lebih utama dari amalan lainnya di malam lailatul qadar berdasarkan hadits, “Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 1901)
Bagaimana Wanita Haidh Menghidupkan Malam Lailatul Qadar?
Juwaibir pernah mengatakan bahwa dia pernah bertanya pada Adh Dhohak, “Bagaimana pendapatmu dengan wanita nifas, haidh, musafir dan orang yang tidur (namun hatinya dalam keadaan berdzikir), apakah mereka bisa mendapatkan bagian dari lailatul qadar?” Adh Dhohak pun menjawab, “Iya, mereka tetap bisa mendapatkan bagian. Siapa saja yang Allah terima amalannya, dia akan mendapatkan bagian malam tersebut.” (Latho-if Al Ma’arif, hal. 331)
Dari riwayat ini menunjukkan bahwa wanita haidh, nifas dan musafir tetap bisa mendapatkan bagian lailatul qadar. Namun karena wanita haidh dan nifas tidak boleh melaksanakan shalat ketika kondisi seperti itu, maka dia boleh melakukan amalan ketaatan lainnya. Yang dapat wanita haidh lakukan ketika itu adalah: (1) Membaca Al Qur’an tanpa menyentuh mushaf, (2) Berdzikir dengan memperbanyak bacaan tasbih (subhanallah), tahlil (laa ilaha illallah), tahmid (alhamdulillah) dan dzikir lainnya, (3) Memperbanyak istighfar, dan (4) Memperbanyak do’a. (Lihat pembahasan di “Al Islam Su-al wa Jawab” pada link http://www.islam-qa.com/ar/ref/26753)
Beri’tikaf Demi Menanti Lailatul Qadar
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkan beliau. Inilah penuturan ‘Aisyah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dengan tujuan untuk mendapatkan malam lailatul qadar, untuk menghilangkan dari segala kesibukan dunia, sehingga mudah bermunajat dengan Rabbnya, banyak berdo’a dan banyak berdzikir ketika itu. (HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim 1172)
Beberapa hal yang harus diperhatikan ketika ingin beri’tikaf.
Pertama, i’tikaf harus dilakukan di masjid dan boleh di masjid mana saja. I’tikaf disyari’atkan dilaksanakan di masjid berdasarkan firman Allah Ta’ala (yang artinya), “(Tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid” (QS. Al Baqarah: 187). Demikian juga dikarenakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu juga istri-istri beliau melakukannya di masjid, dan tidak pernah di rumah sama sekali.
Menurut mayoritas ulama, i’tikaf disyari’atkan di semua masjid karena keumuman firman Allah di atas (yang artinya) “Sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”. Adapun hadits marfu’ dari Hudzaifah yang mengatakan, ”Tidak ada i’tikaf kecuali pada tiga masjid yaitu masjidil harom, masjid nabawi dan masjidil aqsho”. Perlu diketahui, hadits ini masih dipersilisihkan statusnya, apakah marfu’ (sabda Nabi) atau mauquf (perkataan sahabat).
Kedua, wanita juga boleh beri’tikaf sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan istri beliau untuk beri’tikaf. Namun wanita boleh beri’tikaf di sini harus memenuhi 2 syarat: (1) Diizinkan oleh suami dan (2) Tidak menimbulkan fitnah (masalah bagi laki-laki).
Ketiga, yang membatalkan i’tikaf adalah: (1) Keluar masjid tanpa alasan syar’i atau tanpa ada kebutuhan yang mubah yang mendesak (misalnya untuk mencari makan, mandi junub, yang hanya bisa dilakukan di luar masjid), (2) Jima’ (bersetubuh) dengan istri berdasarkan Surat Al Baqarah: 187 di atas.
Keempat, hal-hal yang dibolehkan ketika beri’tikaf di antaranya: (1) Keluar masjid disebabkan ada hajat seperti keluar untuk makan, minum, dan hajat lain yang tidak bisa dilakukan di dalam masjid, (2) Melakukan hal-hal mubah seperti bercakap-cakap dengan orang lain, (3) Istri mengunjungi suami yang beri’tikaf dan berdua-duaan dengannya, (4) Mandi dan berwudhu di masjid, dan (5) Membawa kasur untuk tidur di masjid.
Kelima, jika ingin beri’tikaf selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan, maka seorang yang beri’tikaf mulai memasuki masjid setelah shalat Shubuh pada hari ke-21 (sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan keluar setelah shalat shubuh pada hari ‘Idul Fithri menuju lapangan.
Keenam, hendaknya ketika beri’tikaf, sibukkanlah diri dengan melakukan ketaatan seperti berdo’a, dzikir, bershalawat pada Nabi, mengkaji Al Qur’an dan mengkaji hadits. Dan dimakruhkan menyibukkan diri dengan perkataan dan perbuatan yang tidak bermanfaat. (pembahasan i’tikaf ini disarikan dari Shahih Fiqih Sunnah, 2/150-158)
Semoga Allah memudahkan kita menghidupkan hari-hari terakhir di bulan Ramadhan dengan amalan ketaatan. Hanya Allah-lah yang memberi taufik.
Sumber: Buletin At Tauhid edisi V/37
Tanda-Tanda Akan
Datangnya Malam Lailatul Qadar
iHabsyi August 15, 20111380 6
Lailatul Qadar atau Lailat Al-Qadar atau malam ketetapan adalah satu
malam yang penting yang terjadi pada bulan ramadhan, yang dalam
Al-Qur’an digambarkan sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Lailatul Qadar juga diperingati sebagai malam diturunkannya Al-Qur’an.
Doa malam lailatul qadar:
doalailatulqadar Tanda Tanda Akan Datangnya Malam Lailatul Qadar
‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Engkau menyukai ampunan,
maka ampunilah aku.”
Ada sebuah pendapat yang mengatakan bahwa terjadinya malam Lailat
Al-Qadar itu, terjadi pada 10 malam terakhir bulan ramadhan. Hal ini
berdasarkan Hadist dari Aisyah yang mengatakan : ” Rasulullah
ShallAllahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di sepuluh hari terkahir bulan
Ramadan dan beliau bersabda, yang artinya: “Carilah malam Lailatul Qadar
di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Romadhon” (HR: Bukhari
dan Muslim).
Tapi tahukah anda mengenai tanda-tanda malam Lailatul Qadar itu akan
datang. Berikut adalah beberapa tanda yang pernah digambarkan oleh
Rasulullah SAW dalam beberapa hadistnya.
1. Udara & suasana pagi yang tenang. Ibnu Abbas radliyallahu’anhu
berkata: Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam bersabda : “Lailatul qadar
adalah malam tentram dan tenang, tidak terlalu panas dan tidak pula
terlalu dingin, esok paginya sang surya terbit dengan sinar lemah
berwarna merah.”
2. Cahaya matahari melemah keesokan harinya, bersinar cerah tapi tidak
kuat. Dari Ubay bin Ka’ab radliyallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah
shallahu’alaihi wa sallam bersabda : “Keesokan hari malam lailatul qadar
matahari terbit hingga tinggi tanpa sinar bak nampan.”
3. Bulan nampak separuh bulatan. Abu Hurairoh radliyallahu’anhu pernah
bertutur: Kami pernah berdiskusi tentang lailatul qadar di sisi
Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam, beliau berkata, “Siapakah dari
kalian yang masih ingat tatkala bulan muncul, yang berukuran separuh
nampan.”
4. Malam yang terang, tidak dingin, tidak berawan, tidak hujan, tidak
panas, tidak ada angin kencang, dan tidak ada yang dilempar pada malam
itu dengan binatang (lemparan meteor bagi setan). Sebagaimana sebuah
hadits, dari Watsilah bin al-Asqo’ dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa
sallam : “Lailatul qadar adalah malam yang terang, tidak panas, tidak
dingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang dan tidak
ada yang dilempar pada malam itu dengan bintang (lemparan meteor bagi
setan)” (HR. at-Thobroni dalam al-Mu’jam al-Kabir 22/59 dengan sanad
hasan)
5. Terkadang terbawa kedalam mimpi. Seperti yang terkadang dialami oleh
sebagian sahabat Nabi radliyallahu’anhum.
6. Orang yang beribadah pada malam tersebut merasakan lezatnya ibadah,
ketenangan hati dan kenikmatan bermunajat kepada Rabb-nya tidak seperti
malam-malam lainnya.
kebaiakan yang turun pada malam itu, ibarat hujan yang turun dari langit
ke semua permukaan bumi.
ketika itu ada manusia yang membawa payung untuk menolak air agar tidak
basah,
ada manusia yang bersembunyi dirumah, mengamati cuaca dan diam menanti
hujan reda.
ada manusia yang menyediakan ember untuk menampung air hujan (ada yang
teliti dan ada yang tidak teliti dalam menyiapkan ember tsb).
ember yang sudah penuh tentunya tidak dapat menerima curahan air hujan
ember yang kosong dan kotor ternyata dapat menampung air hujan akan
tetapi yang ditampung akan sia-sia
ember yang kosong dan bersih serta ditempatkan pada tempat yang tepat
baru dapat menampung air hujan dan airnya dijaga hingga dapat
bermanfaat..
kesimpulan : siapa yang dapat menerima kebaikan di malam “seribu bulan”,
yaitu siapa-siapa yang telah menyiapkan dirinya (hati, pikiran, ucapan,
tingkah laku dan puasa dalam keadaan sempurna (“ibarat membuat ember
kosong yang bersih”)), kemudian di tempat bersujud dimalam lailatul
qadar, menanti dan berharap, berjaga-jaga. Insya Allah kebahagiaan untuk
mereka semua, damai haru dan bahagia bertemu dengan para malaikat dan
para ruh, salam-salam-salam-salam sejahtera untuk mereka dan untuk kita
Read more at http://uniqpost.com/20481/tanda-tanda-akan-datangnya-malam-lailatul-qa
Read more at http://uniqpost.com/20481/tanda-tanda-akan-datangnya-malam-lailatul-qa
Tanda-Tanda Akan
Datangnya Malam Lailatul Qadar
iHabsyi August 15, 20111380 6
Lailatul Qadar atau Lailat Al-Qadar atau malam ketetapan adalah satu
malam yang penting yang terjadi pada bulan ramadhan, yang dalam
Al-Qur’an digambarkan sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Lailatul Qadar juga diperingati sebagai malam diturunkannya Al-Qur’an.
Doa malam lailatul qadar:
doalailatulqadar Tanda Tanda Akan Datangnya Malam Lailatul Qadar
‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Engkau menyukai ampunan,
maka ampunilah aku.”
Ada sebuah pendapat yang mengatakan bahwa terjadinya malam Lailat
Al-Qadar itu, terjadi pada 10 malam terakhir bulan ramadhan. Hal ini
berdasarkan Hadist dari Aisyah yang mengatakan : ” Rasulullah
ShallAllahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di sepuluh hari terkahir bulan
Ramadan dan beliau bersabda, yang artinya: “Carilah malam Lailatul Qadar
di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Romadhon” (HR: Bukhari
dan Muslim).
Tapi tahukah anda mengenai tanda-tanda malam Lailatul Qadar itu akan
datang. Berikut adalah beberapa tanda yang pernah digambarkan oleh
Rasulullah SAW dalam beberapa hadistnya.
1. Udara & suasana pagi yang tenang. Ibnu Abbas radliyallahu’anhu
berkata: Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam bersabda : “Lailatul qadar
adalah malam tentram dan tenang, tidak terlalu panas dan tidak pula
terlalu dingin, esok paginya sang surya terbit dengan sinar lemah
berwarna merah.”
2. Cahaya matahari melemah keesokan harinya, bersinar cerah tapi tidak
kuat. Dari Ubay bin Ka’ab radliyallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah
shallahu’alaihi wa sallam bersabda : “Keesokan hari malam lailatul qadar
matahari terbit hingga tinggi tanpa sinar bak nampan.”
3. Bulan nampak separuh bulatan. Abu Hurairoh radliyallahu’anhu pernah
bertutur: Kami pernah berdiskusi tentang lailatul qadar di sisi
Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam, beliau berkata, “Siapakah dari
kalian yang masih ingat tatkala bulan muncul, yang berukuran separuh
nampan.”
4. Malam yang terang, tidak dingin, tidak berawan, tidak hujan, tidak
panas, tidak ada angin kencang, dan tidak ada yang dilempar pada malam
itu dengan binatang (lemparan meteor bagi setan). Sebagaimana sebuah
hadits, dari Watsilah bin al-Asqo’ dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa
sallam : “Lailatul qadar adalah malam yang terang, tidak panas, tidak
dingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang dan tidak
ada yang dilempar pada malam itu dengan bintang (lemparan meteor bagi
setan)” (HR. at-Thobroni dalam al-Mu’jam al-Kabir 22/59 dengan sanad
hasan)
5. Terkadang terbawa kedalam mimpi. Seperti yang terkadang dialami oleh
sebagian sahabat Nabi radliyallahu’anhum.
6. Orang yang beribadah pada malam tersebut merasakan lezatnya ibadah,
ketenangan hati dan kenikmatan bermunajat kepada Rabb-nya tidak seperti
malam-malam lainnya.
kebaiakan yang turun pada malam itu, ibarat hujan yang turun dari langit
ke semua permukaan bumi.
ketika itu ada manusia yang membawa payung untuk menolak air agar tidak
basah,
ada manusia yang bersembunyi dirumah, mengamati cuaca dan diam menanti
hujan reda.
ada manusia yang menyediakan ember untuk menampung air hujan (ada yang
teliti dan ada yang tidak teliti dalam menyiapkan ember tsb).
ember yang sudah penuh tentunya tidak dapat menerima curahan air hujan
ember yang kosong dan kotor ternyata dapat menampung air hujan akan
tetapi yang ditampung akan sia-sia
ember yang kosong dan bersih serta ditempatkan pada tempat yang tepat
baru dapat menampung air hujan dan airnya dijaga hingga dapat
bermanfaat..
kesimpulan : siapa yang dapat menerima kebaikan di malam “seribu bulan”,
yaitu siapa-siapa yang telah menyiapkan dirinya (hati, pikiran, ucapan,
tingkah laku dan puasa dalam keadaan sempurna (“ibarat membuat ember
kosong yang bersih”)), kemudian di tempat bersujud dimalam lailatul
qadar, menanti dan berharap, berjaga-jaga. Insya Allah kebahagiaan untuk
mereka semua, damai haru dan bahagia bertemu dengan para malaikat dan
para ruh, salam-salam-salam-salam sejahtera untuk mereka dan untuk kita
Read more at http://uniqpost.com/20481/tanda-tanda-akan-datangnya-malam-lailatul-qadar/
Read more at http://uniqpost.com/20481/tanda-tanda-akan-datangnya-malam-lailatul-qadar/
0 komentar:
Posting Komentar